Setelah tiga tahun mendampingi PSM Makassar dengan segala dinamika, Bernardo Tavares akhirnya memilih mundur. Pelatih asal Portugal itu menyerah di tengah tekanan batin akibat tradisi gaji telat yang tak kunjung teratasi.
Tavares tercatat sebagai pelatih pertama yang mengundurkan diri di ajang BRI Super League 2025/2026. Padahal, kompetisi baru berjalan tujuh pekan. Kepergiannya menyisakan duka bagi Juku Eja yang sedang berjuang keluar dari papan bawah.

Meski performa PSM sempat tertatih di awal musim, tren positif mulai terlihat. Saat ini, mereka mengoleksi tujuh poin dari sekali menang, empat kali imbang, dan sekali kalah. Posisi mereka masih tercecer di urutan ke-14 klasemen sementara.
Faktor Internal Hambat Performa
Banyak pihak menilai masalah performa PSM bukan karena racikan taktik Tavares yang buruk, melainkan faktor internal. Bek andalan Yuran Fernandes masih absen karena menjalani sanksi buntut komentar kontroversial musim lalu. Selain itu, PSM juga terkena sanksi larangan transfer FIFA yang membuat mereka tak bisa menurunkan pemain asing baru.
Dengan mayoritas skuad berisi pemain U-23, PSM hanya mampu bermain imbang 1-1 melawan tim promosi Persijap Jepara. Kekalahan tunggal mereka datang saat melawan Persita Tangerang dengan skor tipis 1-2, yang diwarnai protes keras terhadap kinerja wasit.
Namun, saat menjamu Persija Jakarta, PSM menunjukkan taringnya. Mereka menang 2-1 dalam laga penuh gengsi, meski kemenangan itu harus dibayar mahal dengan absennya Yuran Fernandes di empat laga berikutnya.
Kontroversi Yuran Fernandes
Sanksi tambahan kepada Yuran Fernandes muncul karena insiden sederhana namun dinilai mencederai nilai respek. Kapten PSM itu menolak menyalami wasit sebelum laga kontra Persija, yang berujung larangan tampil empat pertandingan plus denda Rp50 juta.
Situasi ini membuat PSM serba salah. “Ibarat maju kena, mundur pun kena. Sudah jatuh tertimpa tangga pula,” keluh seorang ofisial tim.
Kehilangan Arsitek Pemain Muda
Kepergian Tavares meninggalkan jejak mendalam. Ia dikenal sebagai pelatih yang konsisten memberi ruang kepada pemain muda. Dua musim terakhir, ia bersama Thomas Doll (eks pelatih Persija) menjadi sedikit dari arsitek tim yang berani mengorbitkan talenta belia.
Keduanya bahkan kerap bersuara lantang ketika pemain muda mereka dipanggil Shin Tae-yong ke Timnas Indonesia. Meski sempat protes, kontribusi mereka diakui besar bagi perkembangan sepak bola nasional.
“Tiga tahun terakhir hanya Thomas Doll dan Bernardo Tavares yang konsisten memakai pemain muda dari pembinaan Akademi Persija dan PSM. Kontribusi mereka cukup besar bagi Timnas Indonesia,” ungkap pengamat sepak bola asal Malang, Gusnul Yakin.
Dengan mundurnya Tavares, PSM Makassar kini dihadapkan pada tantangan besar: mencari pengganti yang mampu menjaga tradisi pembinaan pemain muda, sekaligus membawa tim keluar dari krisis yang belum berakhir. (***)
Sumber: https://berkeleybooksofparis.org/